Harapan Menjadi Guru dan Menjadi Guru Harapan

Harapan Menjadi Guru dan Menjadi Guru Harapan Harapan Menjadi Guru dan Menjadi Guru HarapanMenjadi guru mungkin bukan cita-cita pertama dari sebagian yang telah menjadi guru saat ini. Tetapi karena garis nasib atau peluang untuk berkarya di bidang lain sudah tertutup, maka menjadi guru jadi sebuah harapan.

Itu mungkin terjadi untuk kisah beberapa tahun yang lalu [*dimana "kids zaman old" sudah menjadi "orangtua zaman now"]. Tetapi saat ini sudah beda cerita, guru itu sudah menjadi sebuah harapan ketika program "Sertifikasi Guru" diluncurkan meskipun untuk mendapatkannya tiap tahun semakin "dipersulit".

Yang mempunyai harapan menjadi guru semakin banyak setiap tahunnya, ini terbukti semakin naiknya passing grade universitas yang mencetak calon guru-guru profesional. Banyaknya yang mempunyai "Harapan Menjadi Guru" ini tidak berbanding lurus dengan guru yang mau dan mampu "Menjadi Guru Harapan". Ada banyak faktor kenapa masih minimnya guru yang mendapat predikat "Menajadi Guru Harapan"

Bagaimana menjadi guru harapan itu? mungkin menjadi pertanyaan awal. Tulisan bapak Dr. Abu Mahya, Lc., MA. yang katanya adalah Konsultan dan Praktisi Pendidikan Karakter ini mungkin bisa menjadi catatan penting bagi kita bagaimana menjadi guru harapan. Judul tulisan beliau ini adalah seperti yang kita sampaikan diatas yaitu "Harapan Menjadi Guru dan Menjadi Guru Harapan". Mari kita simak secara berlahan 😊😊😊

Guru adalah sosok teladan pelanjut risalah kenabian. Profesi istimewa pengawal eksistensi peradaban. Kedudukannya terhormat seterhormat ilmu yang diajarkan. Derajatnya mulia semulia ilmu yang diamalkan. Mengemban amanat untuk menghantarkan pendidikan pada fungsi dan tujuan yang dicita-citakan.

Perilaku guru harus bisa menjadi panutan, tidak hanya di sekolah, tapi juga di lingkungan. Bukan karena sosoknya, tapi karena kebaikan dan kebenaran yang diperjuangkan. Statusnya melekat pada dirinya siang dan malam. Saat sendirian, atau kala di tengah banyak orang. Guru harus menginspirasi dan mencerahkan. Ucapannya mengajarkan kebenaran, dan perbuatannya mempraktikkan.

Guru jangan 'diteror' dengan segudang persoalan administrasi. Pemberkasan lagi, pemberkasan lagi. Up date data lagi, up date data lagi. Melelahkan, kontra produktiv, dan tidak semestinya terjadi. Apalagi, kalau itu tidak relevan dengan peningkatan kualitas pembelajaran.

Sang Presiden sudah sangat keras mengingatkan,
"Guru jangan disibukkan dengan soal administrasi. Guru harus lebih fokus pada tugas utamanya sebagai guru!"
Ungkapan ini secara resmi disampaikan kepala negara, karena banyaknya keluhan guru yang didengarnya. Tapi sayang, keluhan masih tetaplah keluhan...hingga 'waktu' sendiri yang akan menentukan.

Guru jangan terus-terus diragukan kemampuannya. Sehingga perlu diuji kompetensi lagi, diuji kompetensi lagi. Karena, itu bisa berarti mendelegitimasi martabat fakultas keguruan. Juga mendelegitimasi integritas PLPG, dan yang sejenisnya. Bukankah, institusi-institusi itu telah sah melisensi mereka sebagai guru, bahkan sebagai guru profesional?!

Sesungguhnya, yang paling penting bagi guru hari ini adalah mengawal akhlak para siswa, agar menjadi manusia mulia yang beriman dan bertakwa, bermanfaat bagi diri, agama, dan bangsa. Itulah inti penting tujuan pendidikan yang harus dicapai dengan sinergi semua pihak yang ada. Dan guru adalah ujung tombaknya.

Masihkah kita menutup mata dan telinga?! Bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa dan guru saat ini adalah akhlak manusia. Durhaka pada orangtua, pergaulan bebas, narkoba, perampokan, pembunuhan, dll yang dilakukan oleh anak-anak remaja usia SMP/SMA. Itulah fokus penting yang semestinya menjadi perhatian para pemegang kebijakan dan guru. Sekali lagi, guru jangan disibukkan dengan soal-soal administrasi dan pemberkasan, yang ujung-ujungnya para siswa menjadi korbannya.

Guru hebat adalah guru yang berjuang keras menjadikan pintar dan shalih murid-muridnya. Menunaikan peran melampaui tugasnya. Lebih intens berada di antara dan bersama murid-muridnya. Banyak berinteraksi langsung dengan para siswanya. Bukan sebaliknya; sering meninggalkan kelas, sibuk pemberkasan, Up date data, dan izin lagi izin lagi...

Guru hebat adalah guru yang menikmati tugasnya. Ikhlas senantiasa menghadirkan nama-nama muridnya dalam untaian doanya. Mengharapkan ampun atas kesalahan-kesalahan muridnya, dan memohonkan kepada-Nya untuk kesuksesan mereka. Mencintai mereka sebagaimana mencintai anak-anaknya. Dan menjaga mereka, raga dan jiwanya.

Guru hebat adalah guru yang sanggup memberi melebihi yang diminta murid-muridnya. Berbuat melampaui balasan atas jasanya. Meski dikecewakan, disakiti, dia tetap menyayangi muridnya. Begitulah kemuliaan yang diteladankan kepada kita oleh sosok manusia termulia, Muhammad Saw.

Suatu ketika saat Nabi dihina, disakiti, dan diusir oleh penduduk Thaif yang didakwahinya, hingga malaikat marah dan menawarkan diri kepada beliau untuk menghancurkan mereka dengan menimpakan dua gunung kepada mereka. Justru, Nabi yang agung itu berkata, "Jangan hancurkan mereka. Aku berharap, agar suatu saat nanti Allah menjadikan dari anak keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah, dan tidak menyekutukanNya." Allahu Akbar...Subhanallah...cukuplah dengan ini teladan akhlak mulia bagi setiap guru.

Guru hebat adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar. Menyadari bahwa zaman terus berubah, ilmu makin berkembang, dan tantangan pun semakin beragam. Karena, barangsiapa yang berhenti di tempat, akan tergilas dan ditinggal zaman. Begitu juga guru. Dia harus terus belajar dan mengupdate pengalamannya, mengasah kemahirannya, agar bisa memberikan ilmu yang tepat sesuai zaman para anak didiknya.

Tidak dipungkiri, ada guru yang tidak memahami kedudukan mulia yang diembannya. Mengajar hanya sekadarnya. Menjalankan tugas dengan rasa berat dan terpaksa. Giat menuntut hak, malas menunaikan kewajiban. Hadir di kelas dengan jiwa yang hampa.
Kepada mereka, hendaknya cepatlah berbenah, atau lebih baik, segera berhenti menjadi guru...!

Guru hebat, tidak mencaci koruptor, tapi dia sendiri sering korupsi waktu. Merasa terhormat, tapi dia sendiri menodai kehormatannya. Mengaku guru, tapi prilakunya tak bisa digugu dan ditiru. Na'udzu billahi min dzalik.
Wassalam.

Semoga tulisan bapak Dr. Abu Mahya, Lc., MA. ini bisa kita ambil nilai positifnya. Guru harapan itu, juga harus bisa menjadi guru positif.


Via : http://www.foldersoal.com

0 Response to "Harapan Menjadi Guru dan Menjadi Guru Harapan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel